Modul Pedagogik Guru Kelas RA Topik 2 Pendekatan Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL)


TUKANGLOGIN.COM - Modul Pedagogik Guru Kelas RA Topik 2 Pendekatan Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL)

A. Definisi Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL)

Pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) adalah keragaman layanan karena perbedaan karakteristik peserta didik. Proses pembelajaran berfungsi untuk memenuhi kebutuhan, minat, dan kemampuan belajar setiap peserta didik. Ruang lingkup pembelajaran berbasis differensiasi ini mencakup berbagai aspek, antara lain: (1) Diferensiasi konten, guru menyajikan materi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. (2) Diferensiasi proses, proses pembelajaran disesuaikan dengan gaya belajar siswa, seperti visual, auditori, atau kinestetik. (3) Diferensiasi produk, hasil kerja atau tugas siswa dibuat fleksibel agar mereka bisa menunjukkan pemahaman mereka dengan cara yang sesuai. (4) Diferensiasi lingkungan, suasana belajar diatur agar mendukung kebutuhan siswa, seperti lingkungan yang tenang untuk siswa yang mudah terganggu atau ruang kolaboratif bagi siswa yang suka bekerja dalam kelompok.

B. Konsep dan Teori Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL)

1. Peta konsep Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL)


Gambar 2.1 Peta Konsep DBL

2. Konsep Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL)

Diferensiasi pembelajaran adalah keragaman layanan karena perbedaan karakteristik peserta didik. Peserta didik memiliki berbagai macam perbedaan,seperti kemampuan, pengalaman, bakat, minat, bahasa, kebudayaan, cara belajar, dan sebagainya. Tidak adil jika guru hanya memberikan materi pelajaran dan juga menilai peserta didik dengan cara yang sama untuk semua peserta didik. Guru perlu memperhatikan perbedaan peserta didik dan memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses belajar mengajar dimana anak dapat belajar dan bermain sesuai dengan minat dan kemampuan, apa yang disukai, dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dan merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox & Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017).

Guru harus memahami dan menyadari bahwa tidak hanya ada satu cara, metode, strategi yang dilakukan dalam mempelajari suatu bahan pelajaran. Guru perlu menyusun bahan pelajaran, kegiatan main, tugas yang dikerjakan di kelas maupun yang di rumah. Asesmen akhir sesuai dengan kesiapan anak dalam mempelajari bahan pelajaran tersebut.

Jadi dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 3 aspek yang bisa dibedakan oleh guru agar peserta didiknya dapat mengerti bahan pelajaran yang mereka pelajari, yaitu aspek konten yang mau diajarkan, aspek proses atau kegiatan-kegiatan bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik di kelas, dan aspek ketiga adalah asesmen berupa pembuatan produk yang dilakukan di bagian akhir yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.

Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu agar ia mengerti apa yang diajarkan.

Peserta didik dapat berada di kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar.

Guru melakukan asesmen terlebih dahulu untuk memetakan kompetensi, minat dan bakat peserta didik. Asesmen ini untuk mengukur aspek kognitif dan non kognitif setiap siswa.

Selanjutnya hasil asesmen tersebut digunakan oleh guru untuk menerapkan pola dan proses pembelajaran yang terdiferensiasi bagi setiap peserta didik. Selain asesmen di awal proses pembelajaran, dilakukan juga asesmen formatif dan sumatif. Hasil asesmen tersebut dapat melihat perkembangan capaian pembelajaran setiap peserta didik sehingga treatment berbasis peta siswa tersebut diharapkan dapat dijadikan dasar untuk membimbing setiap siswa agar dapat mencapai kompetensi maksimal pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dan menjembatani kesenjangan kompetensi antar siswa.

Ciri-ciri pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) adalah: (1) bersifat proaktif, guru merencanakan pembelajaran untuk peserta didik yang berbeda-beda. Bukan menyesuaikan pembelajarannya dengan peserta didik sebagai reaksi dari evaluasi tentang ketidakberhasilan pelajaran sebelumnya, (2) menekankan kualitas daripada kuantitas, kegiatan belajar bermain disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Serta anak yang pandai setelah selesai mengerjakan tugasnya, diberi lagi tugas tambahan yang dapat menambah keterampilannya, (3) berakar pada asesmen, guru menilai peserta didik dengan berbagai cara untuk mengetahui keadaan mereka dalam setiap pembelajaran sehingga berdasarkan hasil asesmen tersebut, guru dapat menyesuaikan pembelajarannya dengan kebutuhan mereka, dan guru menyediakan berbagai pendekatan dalam konten, proses pembelajaran, produk yang dihasilkan, dan juga lingkungan belajar. (4) berorientasi pada peserta didik, guru merancang pembelajaran sesuai dengan level kebutuhan peserta didik. Tugas diberikan berdasarkan tingkat pengetahuan awal peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan.

Guru lebih banyak mengatur waktu, ruang, dan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik daripada menyajikan informasi kepada peserta didik. Pembelajaran berbasis diferensiasi penting untuk diterapkan pada pendidikan anak usia dini. Di antara pentingnya pembelajaran berbasis diferensiasi adalah: (1) pembelajaran yang berdiferensiasi menantang peserta didik yang cerdas untuk menggali pembelajaran secara lebih dalam, (2) pembelajaran berdiferensiasi juga menyediakan dukungan bagi peserta didik tingkat bawah atau peserta didik dengan ketidakmampuan belajar - baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi; (3) memberi kesempatan peserta didik untuk menjadi tutor sebaya.

Hal ini memperkuat pemahaman peserta didik yang telah menguasai materi sambil memberikan dukungan bagi peserta didik yang masih kesulitan. Gaya belajar timbal balik dan kolaboratif semacam ini adalah cara guru untuk memanfaatkan kekuatan di kelas; (4) pembelajaran yang berdiferensiasi menantang peserta didik yang cerdas untuk menggali pembelajaran secara lebih dalam. Disisi lain pembelajaran berdiferensiasi juga menyediakan dukungan bagi peserta didik tingkat bawah atau peserta didik dengan ketidakmampuan belajar - baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi; (5) memberi kesempatan peserta didik untuk menjadi tutor sebaya.

Hal ini memperkuat pemahaman peserta didik yang telah menguasai materi sambil memberikan dukungan bagi peserta didik yang masih kesulitan. Gaya belajar timbal balik dan kolaboratif semacam ini adalah cara guru untuk memanfaatkan kekuatan di kelas; dan (6) satu pendekatan standar untuk mengajar tidak akan memenuhi kebutuhan semua atau bahkan sebagian besar peserta didik. Tanpa upaya untuk memvariasikan instruksi untuk memenuhi kebutuhan individu setiap peserta didik, kurikulum pasti akan membosankan dan membingungkan bahkan membebani. Pembelajaran berdiferensiasi adalah kunci untuk menjangkau semua
peserta didik.

Pembelajaran berbasis diferensiasi didasarkan pada keragaman peserta didik. Setiap manusia diciptakan unik dan khusus, tidak ada satu orangpun yang sama persis walaupun mereka kembar tetapi pasti ada perbedaan di antara mereka. Demikian juga halnya dengan peserta didik di kelas. Ketika mereka masuk dalam sekolah pastinya mereka bukanlah selembar kertas putih yang kosong. Di dalam diri setiap anak ada karakteristik dan potensi yang berbeda satu sama lainnya yang harus diperhatikan oleh guru.

3. Teori Terkait Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL)

Berikut adalah beberapa teori yang relevan dengan pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini:

Pertama, Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner, Gardner mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik, logika-matematika, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan spasial. Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dikembangkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983 dan diperkenalkan dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences.

Teori ini menantang pandangan tradisional yang mengukur kecerdasan hanya melalui tes IQ (Intelligence Quotient) dan menyatakan bahwa kecerdasan manusia terdiri dari berbagai dimensi yang berbeda. Implikasi teorinya dalam pendidikan adalah guru perlu menciptakan pendekatan pembelajaran yang beragam, seperti menggunakan cerita (linguistik), eksperimen (logika-matematika), atau seni visual (spasial), dan anak diberi kesempatan untuk menunjukkan pemahaman mereka melalui cara yang berbeda, seperti membuat proyek kreatif, memainkan peran, atau memecahkan masalah nyata, Teori ini relevan untuk pembelajaran berbasis diferensiasi, karena memungkinkan guru menyesuaikan strategi pengajaran dengan kecerdasan dominan anak.

Dalam pembelajaran berbasis diferensiasi, guru mengidentifikasi kecerdasan dominan anak dan menyediakan aktivitas yang sesuai untuk mengakomodasi kekuatan belajar mereka. Gardner percaya bahwa pembelajaran harus diadaptasi untuk mengakomodasi berbagai jenis kecerdasan ini.

Kedua, Teori Vygotsky: Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dalam pembelajaran dan memperkenalkan konsep Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu jarak antara kemampuan anak saat ini dan potensi mereka dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya. Hubungan teori ZPD dengan pembelajaran diferensiasi adalah adanya kesempatan guru memberikan scaffolding sesuai dengan tingkat ZPD anak, sehingga mereka dapat mencapai potensi belajar yang lebih tinggi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan

individu siswa. Hal ini sejalan dengan ZPD, di mana setiap anak memiliki tingkat kesiapan belajar yang berbeda. Contoh: Anak yang berada di tahap awal memahami konsep berhitung memerlukan bantuan konkret seperti gambar atau benda manipulatif (scaffolding). Konsep scaffolding (bimbingan sementara) dalam teori ZPD sangat relevan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Guru atau teman sebaya yang lebih mahir memberikan dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak hingga anak mampu belajar secara mandiri. Dalam pembelajaran berdiferensiasi anak yang membutuhkan bantuan lebih banyak diberi pendampingan intensif dan anak yang lebih mandiri diberi kebebasan untuk mengeksplorasi tugas yang lebih kompleks.

Teori ZPD oleh Vygotsky sangat relevan dengan pembelajaran berdiferensiasi karena keduanya bertujuan untuk: (a) memfasilitasi perkembangan optimal anak, (b) memberikan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan potensi setiap individu, dan (c) meningkatkan motivasi belajar dengan menghadirkan tantangan yang tepat dan dukungan yang sesuai.

Ketiga, Teori Perbedaan Individual (Tomlinson, 2001). Carol Ann Tomlinson adalah tokoh utama dalam pengembangan teori dan praktik pembelajaran berdiferensiasi. Konsep ini didasarkan pada pengakuan bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan, potensi, minat, dan gaya belajar yang berbeda. Carol Ann Tomlinson mengembangkan konsep pembelajaran berbasis diferensiasi, yang menekankan pentingnya menyesuaikan konten, proses, produk, dan lingkungan belajar berdasarkan kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. Teori ini menjadi dasar penerapan pembelajaran berbasis diferensiasi, termasuk untuk anak usia dini, dengan mempertimbangkan kebutuhan unik setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk menciptakan pengalaman belajar yang inklusif dan bermakna, dengan memperhatikan perbedaan individu siswa. Teori ini sangat relevan di kelas heterogen, di mana kebutuhan dan potensi siswa bervariasi, terutama dalam pendidikan anak usia dini maupun tingkat lainnya.

Keempat, Teori Montessori (Maria Montessori). Montessori menekankan pembelajaran yang dipersonalisasi, di mana anak diberikan kebebasan untuk memilih aktivitas berdasarkan minat mereka, dengan bimbingan guru. Pendekatan Montessori
sejalan dengan prinsip pembelajaran diferensiasi karena mengakomodasi kebutuhan dan minat individu anak, dan menyesuaikan proses pembelajaran agar sesuai dengan perbedaan individu anak. Prinsip-prinsip Montessori yang berhubungan dengan pembelajaran berdiferensiasi, adalah (a) pembelajaran berbasis anak (Child Centered Learning). Montessori percaya bahwa setiap anak adalah individu yang unik dengan minat dan gaya belajar yang berbeda. Pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan memaksakan satu pendekatan untuk semua. (b) lingkungan yang disiapkan (prepared environment). Montessori menekankan pentingnya lingkungan yang dirancang untuk mendukung eksplorasi dan pembelajaran mandiri. Lingkungan ini memberikan akses kepada anak untuk memilih alat atau aktivitas sesuai dengan minat dan tingkat kesiapan mereka. (c) pembelajaran mandiri (self-directed learning) Anak-anak dalam lingkungan Montessori diberi kebebasan untuk memilih aktivitas yang menarik bagi mereka, dengan bimbingan guru sebagai fasilitator. (d) pentingnya observasi guru. Guru Montessori melakukan observasi secara mendalam terhadap setiap anak untuk memahami kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan mereka.

Observasi ini menjadi dasar untuk memberikan pengalaman belajar yang relevan. (e) penghormatan terhadap ritme belajar anak. Montessori mengajarkan bahwa setiap anak memiliki ritme atau kecepatan belajar yang berbeda. Anak tidak dipaksa untuk mengikuti ritme kelompok, tetapi didukung untuk belajar dalam ritme mereka sendiri. Pembelajaran berdiferensiasi menyesuaikan materi dan tugas berdasarkan kesiapan belajar setiap siswa, memungkinkan mereka berkembang tanpa tekanan yang tidak perlu.

Kelima, Teori Belajar Sosial (Bandura). Bandura menekankan bahwa anak belajar melalui pengamatan, peniruan, dan modeling, serta pentingnya peran lingkungan sosial. Guru dapat memberikan model pembelajaran yang berbeda sesuai kebutuhan anak, sehingga pembelajaran lebih efektif. Prinsip Bandura dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi: (a) pembelajaran observasional dalam diferensiasi, guru sering kali berperan sebagai model yang memberikan contoh perilaku atau keterampilan tertentu. Selain itu, anak-anak dapat belajar dari teman sebaya melalui kerja kelompok atau kegiatan kolaboratif. Dalam sebuah kelas yang heterogen, siswa yang lebih terampil dapat menjadi model bagi siswa lain. (b) efikasi diri dan motivasi.

Pembelajaran berdiferensiasi dirancang untuk menguatkan efikasi diri anak dengan memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Ketika anak merasa mampu menyelesaikan tugas, mereka lebih percaya diri untuk
mencoba tantangan berikutnya. Siswa yang kurang percaya diri diberikan tugas sederhana terlebih dahulu dan diberi pujian setelah menyelesaikannya, sehingga efikasi dirinya meningkat. (c) lingkungan belajar yang fleksibel, Bandura menekankan
pentingnya lingkungan sosial dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, lingkungan belajar dibuat fleksibel untuk mendukung kebutuhan individu siswa, baik itu lingkungan fisik maupun emosional.

Teori-teori di atas memberikan landasan yang kuat untuk pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini, dengan menekankan pentingnya penyesuaian metode pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan individu anak.

Selengkapnya untuk download Modul Pedagogik Guru Kelas RA Topik 2 Pendekatan Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL) bisa >>> DOWNLOAD DISINI <<<

Posting Komentar untuk "Modul Pedagogik Guru Kelas RA Topik 2 Pendekatan Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL)"